BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Senyawa-senyawa yang ada di muka bumi dapat dibedakan berdasarkan kelarutannya menjadi dua,
yaitu senyawa yang larut dan tidak larut
dalam suatu pelarut, misalnya air.
Dalam pelarutan biasanya terdapat komponen yang dapat dihitung atau dicari
melalui metode-metode tertentu. Misalnya adalah entalpi. Entalpi didefinisikan
sebagai jumlah
energi internal dari suatu sistem termodinamika ditambah energi yang digunakan
untuk melakukan kerja pada sebuah materi.
Entalpi
digolongkan menjadi beberapa jenis,
yaitu entalpi pembentukan standar, entalpi penguraian standar, entalpi
pembakaran standar, dan entalpi pelarutan standar. Entalpi yang berperan disini
adalah entalpi pelarutan.
Yang dimaksud dengan entalpi pelarutan
itu sendiri menyatakan jumlah kalor yang diperlukan atau dibebaskan untuk
melarutkan 1 mol zat pada keadaan standar. Yang mempengaruhi kelarutan suatu
zat adalah jenis zat pelarut, jenis zat terlarut, temperatur, dan tekanan.
Entalpi diperoleh dari kandungan kalor zat atau
sistem. Untuk menyatakan kalor reaksi yang berlangsung pada tekanan tetap,
dapat didefinisakan dengan entalpi yang merupakan suatu besaran termodinamika
dan diberi lambang H.Dimana perubahan entalpi (ΔH) selalu menyertai setiap reaksi kimia, hal tersebut dikarenakan
masing-masing zat mengandung jumlah energi yang berbeda (memiliki entalpi yang
tidak sama).
Dengan mengetahui
perubahan entalpi pelarutan dalam suatu reaksi, diharapkan praktikan dapat
memahami pengaruh suhu dalam proses pelarutan suatu zat. Seperti yang akan
dilakukan dalam percobaan kali ini, yaitu dengan melihat perubahan entalpi
pelarutan zat asam oksalat pada keadaan jenuh. Pada
larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara zat terlarut dalam larutan dan zat
yang tidak terlarut. Pada keadaan kesetimbangan ini kecepatan melarut sama
dengan kecepatan mengendap dan konsentrasi zat dalam larutan akan selalu tetap.
Secara umum panas kelarutan adalah positif (endotermis) sehingga menurut Van’t
Hoff makin tinggi temperatur maka akan semakin banyak zat yang larut. Sedangkan
untuk zat-zat yang panas pelarutannya negatif (eksotermis), maka semakin tinggi
suhu akan makin berkurang zat yang dapat larut.Kecenderungan naik atau
turunnya suhu dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada setiap kelarutan zat.
Hal ini yang mendasari percobaan entalpi pelarutan dilakukan.
1.2 TUJUAN
1.
Menentukan
pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu zat dan panas kelarutannya.
1.3 RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana
menentukan panas pelarutan pada setiap daerah suhu?
2.
Bagaimana
menentukan panas pelarutan dengan menggunakan grafik?
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)
2.1.1
Asam Oksalat (H2C2O4)
Asam
oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4
dengan nama sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana ini
biasa digambarkan dengan rumus HOOC-COOH. Merupakan asam organik
yang relatif kuat, 10.000 kali lebih kuat daripada asam asetat.
Di-anionnya,
dikenal sebagai oksalat, juga agen pereduktor. Banyak ion logam yang membentuk
endapan tak larut dengan asam oksalat, contoh terbaik adalah kalsium
oksalat(CaOOC-COOCa), penyusun utama jenis batu ginjal
yang sering ditemukan. Rumus molekul
asam oksalat adalah H2C2O4, dengan massa molar 90.03 g/mol
(anhidrat) dan 126.07
g/mol (dihidrat). Kelarutan
dalam air yaitu 9,5 g/100 mL dalam suhu 15°C dan sebesar 14,3 g /100 mL dalam suhu 25°C, dan sebesar 120 g/100 mL pada suhu100°C. Titik didih asam oksalat sebesar 101-102°C dalam keadaan dihidrat. (http://www.id.wikipedia.org/Asam-Oksalat.htm)
2.1.2
Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida (NaOH), juga
dikenal sebagai soda kaustik, adalah sejenis basa
logam kaustik. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin
yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Ia digunakan di berbagai macam bidang
industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu
dan kertas,
tekstil,
air minum,
sabun
dan deterjen.
Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium
kimia. Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk
pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Ia bersifat lembab cair dan
secara spontan menyerap karbon dioksida
dari udara bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika
dilarutkan. Ia juga larut dalam etanol
dan metanol,
walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH.
Ia tidak larut dalam dietil eter
dan pelarut non-polar lainnya. Larutan
natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas. Struktur
molekulnya berbentuk tetrahedral. Memiliki
rumus
molekul NaOH dengan massa
molar sebesar
39,9971 g.mol-1.
Memiliki densitas sebesar
2,1 g.cm-3. Dengan titik
leleh sebesar
318°C (591 K) dan titik
didih sebesar 1390°C
(1663 K). Dan kelarutan
dalam air sebesar
111 g/100 ml pada suhu 20°C (http://www.id.wikipedia.org/Natrium-Hidroksida.htm)
2.1.3
Indikator Phenolphtalien (PP)
Memiliki massa molar 318,32 g/mol dan massa jenis 1,277 g/mol pada suhu 32°C. Titik
leleh sebesar
262,5°C . Kelarutan
dalam air yaitu,
tidak larut dalam air, benzene
dan sangat
larut dalam etanol dan eter.
2.2
Entalpi Pelarutan
Energetika kimia
atau termodinamika kimia adalah ilmu yang mempelajari perubahan energi yang
terjadi dalam proses atau reaksi. Studi ini mencakup dua aspek penting yaitu
penentuan atau perhitungan kalor reaksi dan studi tentang arah proses dan
sifat-sifat sistem dalam kesetimbangan. Bagian alam semesta yang dipilih untuk
penelititan termodinamika disebut sistem, dan bagian alam semesta yang
berinteraksi dengan sistem tersebut disebut dengan keadaan sekeliling
lingkungan dari sistem. Perpindahan energi dapat berupa kalor (q) atau dalam
beberapa bentuk lainnya secara keseluruhan disebut kerja. Perpindahan energi
berupa kalor atau kerja yang mempengaruhi jumlah keseluruhan energi dalam
sistem, yang disebut energi dalam (U) (Petrucci, 1999:249).
Energi dalam (U)
adalah keseluruhan energi potensial dan energi kinetik zat-zat yang terdapat
dalam sistem. Energi dalam merupakan fungsi keadaan, besarnya hanya tergantung
pada keadaan sistem. Setiap sistem mempunyai energi karena partikel-partikel
materi (padat, cair atau gas) selalu bergerak acak dan beragam disamping itu
dapat terjadi perpindahan tingkat energi elektron dalam atom atau molekul. Bila
sistem mengalami peristiwa mungkin akan mengubah energi dalam. Jika suhu naik
menandakan partikel lebih cepat dan energi dalam bertambah (Syukri, 1999:112).
Entalpi pelarutan
standart merupakan perubahan entalpi standart jika zat itu melarut di dalam
pelarut dangan jumlah tertentu. Entalpi pembatas pelarutan adalah perubahan entalpi standart 75,14 Kj/mol. Jika melarut dalam pelarut dengan jumlah tak
hingga, sehingga interaksi antara 2 ion dapat di abaikan contoh untuk HCl
HCl(g)
→ HCl(aq) ∆H=-75,14 kJ/mol
( Atkins, 1999: 50).
Bila zat terlarut dilarutkan dalam pelarut, kalor dapat
diserap atau dilepaskan; secara umum kalor reaksi bergantung pada konsentrasi
larutan akhir. Kalor pelarutan integral adalah perubahan entalpi untuk larutan
dari 1 mol zat terlarut dalm n mol pelarut. Bila zat terlarut dilarutkan dalam
pelarut yang secara kimia sama dan tidak ada komplikasi mengenai ionisasi atau
solvasi, kalor pelarutan dapat hampir sama dengan kalor pelelehan zat terlarut.
Kalor pelarutan, kalor pengenceran dan kalor reaksi dalam larutan dapat
dihitung dari nilai kalor pembentukan dalam larutan yang ditabelkan. Entalpi
pembentukan air dapat diabaikan dalam perhitungan, bila jumlah mol air sama
pada kedua sisi dari kedua persamaan yang disetimbangkan. Entalpi pembentukan
air murni juga digunakan untuk air dan larutan air (Alberty,1992:34).
Pada larutan jenuh terjadi kesetimbangan
antara zat terlarut dalam larutan dan zat yang tidak terlarut. Pada keadaan
kesetimbangan ini kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap dan
konsentrasi zat dalam larutan akan selalu tetap. Jika kesetimbangan terganggu
dengan perubahan temperatur maka konsentrasi larutannya akan berubah. Menurut
Van’t Hoff pengaruh temperatur terhadap kelarutan dapat dinyatakan sebagai
berikut :
Dimana :
1.
S2,
S1 = kelarutan zat masing-masing pada temperatur T1 dan T2
2. Δ H = panas pelarutan
3. R = Konstanta Umum
Secara umum panas pelarutan adalah positif
(endotermis) sehingga menurut Van’t Hoff makin tinggi temperatur maka akan
semakin banyak zat yang larut. Sedangkan untuk zat-zat panas yang pelarutannya
negatif (eksotermis), maka semakin tinggi suhu akan
makin berkurang zat yang dapat larut (Tim Kimia Fisik,2009: 2).
BAB
3. METODOLOGI
PERCOBAAN
3.1Alat dan Bahan
3.1.1
Alat
-
Thermostat 0-50°C
-
Termometer 50°C
-
Buret 50 mL
-
Erlenmayer 250 mL
-
Belas takar 250 mL
-
Pipet volume 5 mL
-
Pengaduk gelas
-
Tabung reaksi
3.1.2
Bahan
-
Asam oksalat
-
Larutan NaOH 0,5 N
-
Indikator pp
-
Es batu dan garam dapur
3.2
Skema
kerja
1. Dilarutkan
dalam 100 mL aquades
sampai keadaan jenuh
2. Dimasukkan
larutan jenuh dalam tabung reaksi dilengkapi dengan termometer dan pengaduk
pada temperatur yang dikehendaki
(masing-masing 30°C; 25°C; 20°C;15°C; 10°C; 5°C)
3. Diaduk
larutannya
4. Diambil
5 mL larutan setelah tercapai
kesetimbangan, kristal asam oksalat yang tidak larut jangan ikut terbawa
5. Dititrasi
5 mL larutan asam oksalat dengan larutan
NaOH 0,5 N
dengan menggunakan indikator pp.Dilakukan duplo.
BAB 4. HASIL PERCOBAAN
4.1 Tabel Pengamatan
Suhu (°C)
|
Massa erlenmeyer + larutan asam oksalat (gram)
|
Volum NaOH (ml)
|
Erlenmeyer I
|
Erlenmeyer II
|
Erlenmeyer I
|
Erlenmeyer II
|
30
|
39.96
|
39.86
|
10.60
|
9.30
|
25
|
40.05
|
39.96
|
10.40
|
10.90
|
20
|
40.25
|
40.11
|
10.70
|
10.70
|
15
|
40.15
|
40.07
|
10.60
|
10.70
|
10
|
40.27
|
40.14
|
10.90
|
10.60
|
5
|
39.44
|
40.14
|
9.00
|
11.40
|
4.2 Tabel Kelarutan Asam
Oksalat
Kelarutan Asam Oksalat
|
Kelarutan(gram/ml)
|
Suhu (°C)
|
9.28
|
30
|
9.77
|
25
|
9.48
|
20
|
9.57
|
15
|
9.48
|
10
|
9.76
|
5
|
4.3 Grafik Kelarutan Asam
Oksalat terhadap Suhu
BAB 5. PEMBAHASAN
Pada praktikum entalpi pelarutan digunakan zat asam
oksalat sebagai zat terlarut yang dilarutkan dalam 100 ml air. Hingga dicapai
titik jenuh, yaitu saat asam oksalat tepat tidak dapat terlarut lagi dalam
pelarut air. Dalam keadaan jenuh terjadi keseimbangan antara zat terlarut
dalam larutan dan zat yang tidak terlarut. Pada keadaan kesetimbangan ini
kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap dan konsentrasi zat dalam
larutan akan selalu tetap. Pada saat
percobaan keadaan jenuh dipastikan dengan tidak mampunya asam oksalat larut
kembali dalam pelarut air. Hal ini terlihat dari adanya endapan oksalat yang
tidak dapat larut meskipun sudah diaduk.
H2C2O4(s) + H2O(aq) H2C2O4(aq)
Selanjutnya dilakukan penyesuaian
suhu, sesuai dengan petunjuk praktikum. Untuk suhu 30°C, 5 ml larutan asam
oksalat dalam erlenmeyer dibiarkan meningkat suhunya dengan memanfaatkan panas
ruang. Sehingga suhu perlahan-lahan meningkat menjadi 30°C. Namun, karena suhu
ruangan tidak stabil menjaga suhu larutan dalam erlenmeyer, suhu larutan
kemungkinan kembali turun menjadi kurang dari 30°C. Hal ini dapat dilihat pada
hasil perhitungan yang memperlihatkan bahwa volume titran yang dibutuhkan
(volume NaOH) untuk menitrasi asam oksalat pada suhu 30°C paling sedikit
diantara variasi suhu lainnya. Artinya, seharusnya pada suhu 30°C kelarutan
berada pada titik paling tinggi, yaitu kelarutan asam oksalat paling besar
daripada variasi suhu lain yang berada di bawah 30°C. Dari hasil perhitungan
didapat kelarutan asam oksalat pada suhu 30°C adalah sebesar 9.28 gram/ml.
Reaksi titrasi asam oksalat dengan
NaOH
HO-CO-CO-OH(s) + NaOH(aq) OH-CO-CO-ONa(l)
OH-CO-CO-ONa(l)
+ NaOH(aq) NaO-CO-CO-ONa(l)
Selanjutnya untuk memperoleh suhu
25°C, digunakan es batu dalam gelas kimia untuk menurunkan suhu larutan asam
oksalat. Dipastikan suhu larutan berada pada suhu 25°C saat dititrasi dengan
larutan standar NaOH 0.5 N. Akan tetapi, hal ini kemungkinan tidak terpenuhi
akibat suhu larutan yang terpengaruh dengan suhu ruangan, sehingga tidak berada
tepat pada suhu 25°C. Karena ada jeda waktu yang cukup lama saat larutan asam
oksalat diambil pada suhu 25°C, kemudian ditimbang dengan neraca analitik,
kemudian ditetesi indikator PP, baru kemudian dititrasi dengan larutan standar
NaOH. Lamanya waktu jeda memungkinkan suhu larutan oksalat tidak stabil berada
dalam suhu 25°C. Hal ini berpengaruh terhadap kelarutan asam oksalat pada suhu
25°C yang seharusnya lebih rendah daripada kelarutan pada suhu 30°C. Dari
perhitungan didapat kelarutan asam oksalat pada suhu 25°C dalah sebesar 9.77
gram/ml. Pada suhu dibawah 30°C seharusnya kelarutan semakin berkurang atau
kelarutan lebih kecil daripada kelarutan pada suhu 30°C.
Kecenderungan kelarutan
semakin menurun seiring dengan penurunan suhu terlihat pada range suhu 25°C sampai
dengan 10°C. Pada daerah variasi suhu ini terlihat bahwa semakin kecil suhu,
kelarutannya juga semakin kecil. Hal ini sesuai dengan teori, bahwa kebanyakan zat padat kelarutannya lebih
besar pada temperatur yang lebih tinggi. Apabila suhu diperbesar, maka kelarutan semakin besar
dan volume titran juga semakin besar. Sedangkan apabila
suhu diperkecil, maka kelarutan semakin kecil maka volume titran yang
dibutuhkan semakin kecil.
Pada suhu 5°C didapatkan kembali kelarutan yang lebih besar
daripada larutan naik drastis sehingga kelarutan asam oksalat naik mendekati kelarutan
pada suhu 25°C. Hal ini terlihat dari grafik yang melonjak cukup jauh dan berada
pada daerah yang sama dengan kelarutan asam oksalat pada suhu 25°C. Beberapa
kesalahan mungkin menyebabkan hal ini terjadi. Misalnya lamanya jeda setelah
larutan asam oksalat diturunkan suhunya hingga 5°C dengan waktu titrasi. Hal
ini memungkinkan terjadinya kenaikan suhu yang cukup tinggi dan berpengaruh
terhadap kelarutan asam oksalat. Sehingga didapat kelarutan asam oksalat
meningkat seperti pada suhu 25°C.
Adanya hambatan yaitu padamnya
listrik, sehingga membutuhkan waktu cukup lama untuk menimbang larutan dalam
erlenmeyer juga turut mempengaruhi hasil percobaan. Dalam waktu yang cukup
lama, dalam suhu ruang yang cukup panas, kemungkinan suhu larutan asam oksalat
naik secara signifikan. Sehingga menurut hasil yang didapat dari grafik, terlihat
kesalahan pada kelarutan di suhu 30°C dan 5°C, yang seharusnya terjadi trend
grafik yang menurun, pada percobaan ini yang terjadi adalah sebaliknya,
kelarutan makin tinggi pada suhu paling rendah.
BAB VI. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Entalpi pelarutan
menyatakan jumlah kalor yang diperlukan atau dibebaskan untuk melarutkan 1 mol
zat pada keadaan standar.
2. Faktor
yang mempengaruhi kelarutan antara
lain jenis
zat pelarut, jenis zat terlarut, temperatur, dan tekanan.
3. Semakin turun atau rendah suhu, maka kelarutan cenderung
turun atau mengecil
6.2 Saran
1.
Sebaiknya
menggunakan termostat dalam praktikum ini supaya suhu dapat distabilkan dan
tidak berubah-ubah akibat dari pengaruh lingkungan.
2.
Praktikan
lebih teliti dalam melakukan titrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins.1999. Kimia Fisika Jilid I. Jakarta:Erlangga
Petrucci. 1999. Kimia Dasar Jilid I. Jakarta : Erlangga
Syukri.1999. Kimia Dasar I.Bandung: Penerbit ITB
Tim Kimia Fisik.2009. Petunjuk Praktikum Kimia Fisik.
Yogyakarta: UNY
Tim Penyusun. 2011. Penuntun Praktikum Termodinamika Kimia.
Jember : Laboraturium Kimia Fisika Jurusan Kimia FMIPA Universitas Jember