“Jangan jadi orang bermental tempe!!” ungkapan itulah
yang sering kita dengar. Ungkapan ini menimbulkan banyak penafsiran. Karena
jujur, saya juga belum paham benar dengan apa yang disebut mental tempe.
Mungkin falsafah tempe yang berasal dari kedelai, artinya jangan jadi orang
yang isuk dele sore tempe atau
singkatnya orang yang plin-plan. Tapi kenapa tempe yang harus dipermasalahkan.
Padahal kita semua tahu, tempe adalah salah satu makanan ‘pokok’ rakyat
indonesia. Dalam jenis masakan apapun, pasti ada bahan dasar berupa tempe. Dan
ketika akhir-akhir ini ancaman para perajin tahu tempe untuk mogok dan berhenti
melakukan produksi selama beberapa hari, jelas menimbulkan kegalauan. Terutama
bagi penggemar tempe seperti saya, dan sebagian rakyat indonesia tentunya, yang
menggantungkan harapan gizinya pada tempe dan tahu. Jika di bulan ramadhan ini,
harga daging yang merupakan sumber protein hewani sudah melambung terlampau
tinggi hingga tak terbeli, lantas bisa dibayangkan, apa yang akan terjadi jika
harga tempe juga mengekor naik. Padahal kita tahu, tempe adalah alternatif
pemenuhan gizi berupa protein yang paling terjangkau harganya. Meningkatnya
harga kedelai memang menjadi pemicu utama persoalan tersebut. Dari data Badan
Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi dan Kementerian Perindustrian RI, harga
kedelai meningkat secara kontinyu sejak dari Bulan Januari-Juli 2012. Pada
bulan Januari harga kedelai per kilogram masih Rp 5.571 namun pada awal Bulan
Juli sudah mencapai Rp 7.400. Bahkan di pasaran harga kedelai saat ini sudah
mencapai Rp 8.000 – Rp 8.500.
Kenaikan harga kedelai saat ini
sebenarnya menjadi bukti bagaimana rapuhnya ketahanan pangan khususnya
produk kedelai di dalam negeri. Anomali cuaca yang terjadi di Amerika Latin
seperti di Argentina dan Brazil telah memicu indeks kedelai dunia meningkat
tajam dan akhirnya berimbas kepada harga kedelai di dalam negeri yang melambung
cukup tinggi. Ketergantungan impor kedelai Indonesia dari luar negeri dan
ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan stok produksi dalam negeri
menyebakan harga kedelai meningkat cukup tajam. Sebagai catatan, pada
tahun 2011 dari kebutuhan kedelai nasional sebesar 2,2 juta ton, 1,6 juta ton
berasal dari impor luar negeri. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) tahu dan tempe sejak lama menyimpan
masalah laten yaitu ketergantungan bahan baku terhadap kedelai impor. Hal ini
sebenarnya ironis mengingat tahu dan tempe sering disebut makanan asli
Indonesia, tetapi bahan bakunya justru diimpor dari AS. Dan inilah yang
menjadi pertanyaan bagi kita, bagaimana bisa, sebuah negara agraris dengan
basis pertanian yang luar biasa, untuk membuat tempe saja harus bergantung pada
impor kedelai. Lantas untuk apa lahan luas serta potensi pertanian yang unggul
itu diaplikasikan.
“Semua pihak yang memiliki andil
untuk bisa mengupayakan agar tidak terjadi kelangkaan di sektor kedelai,” kata
Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha kepada para wartawan di depan Istana
Negara, Jakarta, Selasa (24/7/2012). Sebagaimana dikutip kompas.com. Jadi,
dapat dikatakan bahwa krisis kedelai merupakan masalah nasional. Sangat mungkin, harga kedelai
ini akan terus naik jika tidak ada langkah cepat yang dilakukan
oleh pemerintah. Dalam jangka pendek, memang tidak ada kata lain ketika
pemerintah harus melakukan intervensi pasar dengan melakukan berbagai cara
misalnya dengan melakukan pengurangan atau pembebebasan bea impor masuk
kedelai, perbaikan tata niaga kedelai dengan melakukan operasi gudang-gudang
penimbunan kedelai, permainan harga dan sebagainya. Strategi tersebut
harus ditempuh agar harga kedelai tersebut dapat normal kembali di
pasaran dan pelaku usaha dapat memproduksi kembali usaha mereka. Asalkan bukan
solusi yang isuk dele sore tempe,
dirasa sudah cukup efektif untuk menyelamatkan krisis pertempean di negeri ini.
Berdasarkan paparan ini
kita bisa melihat bahwa krisis tahu tempe, makanan yang sering dianggap sepele
ternyata solusinya tidak sepele. Selain itu, solusi masalah ini akan
menyelesaikan permasalahan lain di dalam sektor pertanian maupun industri secara
umum di Indonesia. Dan yang terpenting adalah mengatasi tantangan ,
“masa tempe saja masih bergantung pada Amerika”.
Sumber :
kompas.com (24 Juli 2012)
Solopos.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar